Sabtu, 09 November 2013

Romawi, Majapahit, dalam laku Cinta sejarah...

Udara pagi yang dingin diiringi dengan laju Vespa yang meliuk menyusuri setiap sudut korner, menyapa hari indah saat liburan baru dimulai. Harum aroma cappuccino mulai merebak ketika jendela kamar antik terkuak dan sekelompok anak muda berjalan bergegas mengejar metro yang melaju pesat. Hari ini Roma dimulai dalam sebuah tradisi tua, tradisi yang membangunkan setiap wisatawan yang terlelap.

Setelah menjadi ibukota yang ke tiga setelah Forence dan Turin, Roma telah melahirkan banyak cerita yang selalu membuat kita terpana pada apa yang telah terjadi. Diawali dengan cerita klasik Romawi hingga kebesaran kaum tirani, cerita tentang Roma selalu menarik perhatian dan decak kagum.
Keindahan yang sangat mencolok adalah bertahannya sebuah budaya klasik yang telah lahir beberapa ribu tahun yang lalu, dan bahkan mereka menggunakan budaya ini menjadi sebuah sikap dalam mewujudkan manusia Roma yang sesungguhnya.
Perwujudan ini sangat nampak saat terlihat perbaikan dan perawatan yang dilakukan pemerintah setempat kepada tempat-tempat bersejarah. Dimulai dari colosseum, situs kerajaan Romawi, bangunan  Gereja, serta tempat bersejarah lainnya tak luput dari aksi perbaikan dan perawatan tersebut.

Jika kita mengulas tentang budaya dan sejarah dunia maka banyak sekali keterkaitan antara satu dan lainnya. Dari budaya Cina, Mesir, Romawi dan bahkan kisah Majapahit yang sangat mendunia. Saat kerajaan Majapahit berkuasa, dan terdapat beberapa kerajaan lain yang berusaha untuk menjalian hubungan dagang bahkan ingin menguasai. Mongolia yang selalu bersaing, berkali-kali harus mengalami kekalahan dan pulang dengan hampa. Kebesaran dan kehebatan Majapahit ini yang kemudian menjadi sebuah kisah perjalanan yang menarik bagi para ahli sejarah dunia.
Ada perbedaan yang mencolok dari dua kerajaan besar diatas, jika Romawi memiliki cerita yang hebat dan tetap terpelihara di Italia hingga menyerap sebagian anggaran negara untuk perbaikan dan perawatan situs sejarah, Lain halnya dengan  yang terjadi dengan situs Majapahit, yang hingga kini teronggok sekedar sebuah situs tanpa pemeliharaan apapun.
Ketika pemerintah Italia sedang mengadakan pembangunan transportasi bawah tanah, dan saat pengeboran dilakukan mereka menemukan situs sejarah Romawi, seketika itu juga pemerintah menunda pembangunan tersebut dan memutuskan untuk membuat penelitian serta merawat penemuan baru itu. Walhasil pembangunan transportasi bawah tanah  berlangsung hingga sepuluh tahun. Dalam sebuah cafe yang terletak di tengah kota Roma, saya duduk sembari minum kopi mendengarkan sekelompok anak muda yang berdiskusi tentang sejarah Romawi, usia mereka berkisar 20 tahun dan diskusi itu berakhir hingga cafe ditutup. 
Saya berjalan menyusuri piazza Vittorio Emanuelle dan pikiran saya jauh berada di sebuah desa kecil yang Indah dan tenang, yang membuat saya tal henti menarik napas, Trowulan. Kisah hebat tentang Majapahit yang menggemparkan dunia, saat ini sangat jarang dibicarakan, bahkan seorang pengusaha dengan pongahnya ingin membangun sebuah pabrik baja dengan menggeser kedudukan Trowulan sebagai Rumah sejarah Majapahit.
Perbedaan lainnya, ketika modernisasi merebak ke seluruh dunia, bahkan di Italia. Semua orang berjalan dengan menggenggam alat komunikasi canggih, berpakaian dengan gaya yang sarat model terbaru, namun di setiap sudut jalan kecil mereka bahkan hapal dan bersemangant bercerita tentang kisah sebuah air mancur yang Fontana di Trevi yang mengalir tanpa henti dari zaman Romawi.
Pemerintah Italia menyadari bahwa aset negara mereka yang terbesar adalah situs dan cerita sejarah yang harus dijaga dan dipelihara sampai kapanpun. Bahkan masyarakat menyadari tentang pelestarian ini harus dimulai dari usia dini. 
Indonesia, negara yang tak kalah hebat dan besar, sejarah Majapahit adalah sebagian kecil yang dimiliki oleh negara kita. Kita memiliki banyak situs sejarah yang juga seharusnya menjadi perhatian  semua bangsa Indonesia. Dimulai dari hal yang sederhana, yaitu bercerita tentang kisah sejarah kepada semua orang. Menjadikan bercerita tentang sejarah sebagai budaya baru kita. Sebab ketika kita mulai bercerita dan semua orang mendengar, pelestarian ini berjalan secara perlahan dan pasti. Pemerintah mungkin terlalu sibuk dengan politik dan hal yang lainnya, sehingga pemeliharaan dan perawatan situs sejarah kita menjadi hal yang kesekian. Namun melalui blog ini saya mengajak seluruh teman- teman untuk melakukan pelestarian budaya yang sangat sederhana. Yaitu dengan bercerita dan mengunjungi tempat bersejarah di Indonesia yang kita miliki.
Kisah Romawi tak sama dengan kisah Majapahit, Padjadjaran, Sriwijaya, Mataram, kutai atau kerajaan yang lainnya, namun satu hal yang sama adalah semua kisah sejarah ini harus dilestarikan oleh generasi penerus yang memiliki nasionalisme besar.
Jika bukan kita sebagai putra/putri bangsa yang menjaga dan melestarikan, maka tak ada lagi yang mampu melakukannya. Sebab jika bangsa lain yang mengambil kisah sejarah kita, maka itulah awal hilangnya eksistensi bangsa ini.
Dan aku tak rela...

Rabu, 24 Juli 2013

Indonesia Cantik dalam sebuah 'Klik' yang modern...

Dewasa ini banyak orang yang menghabiskan waktu senggang mereka dengan bermain sendiri menggunakan gadget yang telah dikemas dengan canggih. Bahkan jika kita berjalan di trotoar, maka akan nampak barisan orang yang sibuk memainkan telepon genggam sambil berjalan menunduk tanpa menghiraukan jalanan dan orang sekitarnya. Kecanggihan dunia teknologi saat ini memang sangat menarik minat kita untuk terus bermain dengan telepon dan bahkan sarana operator yang sangat murah untuk menggunakan internet, seakan menunjang fasilitas para pecinta dunia maya.
Mungkin untuk sebagian orang memakai gadget adalah sesuatu yang meningkatkan prestise atau menambah kesan lebih modern. Sebab pada jaman sekarang jika kita tak memiliki gadget yang berciri khas smart phone atau pun android, dianggap kuno. Di beberapa daerah kecil yang saya kunjungi saat berlibur, banyak saya temukan komunitas anak- anak sekolah yang sibuk bermain telepon genggam di dalam angkot atau jalan raya. Inilah salah satu bentuk perubahan dunia yang sangat mencolok, dan mencengangkan. Jika kita mencermati perubahan yang dianggap sangat modern ini, bisakah kita belajar untuk mengambil sisi positif bagi kearifan lokal masyarakat kita? Mampukah kita menselaraskan antara kemajuan teknologi dengan perkembangan budaya lokal di Indonesia?

Melalui catatan atas kali ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk bersama-sama menggunakan manfaat dari gadget yang kita miliki untuk melestarikan budaya Indonesia. Sejak dahulu kita ketahui Indonesia memiliki banyak pulau indah yang membentang. Dari pulau-pulau ini munculah budaya dan istiadat yang sangat unik dan langka. Bahkan tak jarang masyarakat Indonesia sendiri kurang mengetahui tempat-tempat yang penuh dengan ciri khas budaya tersebut. Salah satu contoh dari tempat yang menarik ini adalah Suku Kajang yang memiliki ciri khas anti pada kemajuan teknologi. Keunikan yang dimiliki oleh Suku yang berada di kabupaten Bulukumba ini sangat menonjol dari cara hidup mereka. Memakai baju dan kain yang serba hitam, tidak memakai alas kaki, Serta tidak menggunakan listrik dan alat elektronik dalam kehidupan sehari-hari. Ciri khas yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi di desa dan kota-kota lainnya.
Kehidupan Suku Kajang yang dibalut oleh tradisi kuno ini berdasarkan pada kepercayaan pada Kuasa sang pencipta hidup yang dianggap suci dengan alam semesta yang ada. Bagi Suku Kajang, kehidupan yang apa adanya adalah wujud dari rasa syukur. sehingga mereka tidak membutuhkan kemajuan hidup yang berdasar pada perkembangan teknologi. 

Dalam sebuah buku yang berjudul A short history of the world karangan H.G. Wells, menyebutkan bahwa pengetahuan yang kita miliki tentang kehidupan sebelum permulaan manusia, selalu diawali dengan tanda-tanda fosil mahluk hidup di dalam batu-batu endapan. Sehingga ketika peradaban bergulir, kita sering menemukan banyak peninggalan sejarah tentang kehidupan mahluk hidup pada masa lalu. Kisah yang sama ketika saya masuk di perkampungan Suku Kajang dan melihat pola hidup mereka yang sangat primitif namun beradab. Mereka memiliki sebuah daerah kecil untuk menyimpan peninggalan nenek moyang serta memiliki pemakaman suku yang telah ada sejak lama. pemakaman nenenk moyang dengan batu sejarah tersebut menjadi tempat yang sakral bagi mereka sebagai sebuah penghormatan yang suci. Suku Kajang memang belum mengenal kehidupan modern, namun mereka sangat menjunjung tinggi nilai moral yang telah menjadi dasar hidup di dalam komunitas. Suku Kajang memiliki kepala adat yang juga disebut Ammatoa, dan dengan arahan Ammatoa mereka harus hidup dengan saling menghargai sesama di dalam desa itu. Dalam kehidupan sehari-harinya mereka hidup berkebun dan makan dari hasil kebun yang diolah sendiri. Jika mengalami kesulitan, maka mereka akan saling bergotong royong untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Pola hidup lama yang tetap terjaga dan masih dilestarikan oleh kesadaran masyarakat itu sendiri. Perbedaan yang dapat kita lihat dan rasakan, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia yang telah hidup pada tataran modern dunia, dengan sekelompok masyarakat kecil yang unik dengan tradisinya.
Bagaimana kita dapat mencermatinya sebagai interaksi yang menarik?

Memang tidak mudah untuk menceritakan kekayaan budaya yang kita miliki, jika kita tidak datang dan melihat sendiri, namun kita sudah dapat membaca melalui situs budaya dan menyebarkan melalui jejaring sosial  yang sering kita gunakan untuk berinteraksi dalam kegiatan sehari- hari. Sebagian orang berpendapat tentang hebatnya teknologi yang diadopsi dari dunia barat adalah sebuah keuntungan bagi kita. Namun, alangkah lebih bermanfaat jika kita mampu menggunakan kemajuan teknologi tersebut untuk mempromosikan kekayaan negeri kita pada dunia barat. Seorang penulis buku sejarah dari Inggris yang bercerita tentang budaya Indonesia, Giles Nilton mengatakan betapa indahnya Indonesia dengan segala kekayaan budaya yang ada didalamnya. Sungguh sayang jika generasi muda  yang memilikinya tidak mampu melestarikannya.
Marilah kita memanfaatkan perkembangan jaman yag hebat ini dengan menyebarluaskan keunikan suku-suku yang ada di Tanah Air. Kalau bukan kita sendiri para generasi muda, lantas siapa yang akan bercerita, siapa yang akan melestarikannya hingga dunia benar-benar tahu bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keindahan budaya dan sejarah yang menarik untuk dikunjungi.

Bangsa yang besar, adalah bangsa yang mampu melestarikan nilai budaya dan sejarahnya.

Senin, 17 Juni 2013

Demonstrasi... Sikap Patriotik Bangsa yang Kaya dalam Kemiskinan sebuah Negara...

Gemuruh demonstrasi di seluruh daerah di Indonesia sangat marak, begitupula yang terjadi di Jakarta. Demonstrasi besar dilakukan oleh sebagian lapisan masyarakat yang terdiri dari para pekerja dan kalangan mahasiswa. Mereka menuntut pemerintah untuk tidak menaikan harga Bahan Bakar Minyak yang hampir setiap naik akan mencekik masyarakat. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh para pejabat pemerintah yang bertengger di setiap partai politik, mereka mencoba menganalisa dengan sangat sederhana tentang kenaikan yang harus dilakukan. Namun analisa dan keputusan yang diambil sangat jauh dari kesan intelektual yang mereka miliki.

Pagi ini saya berbicara dengan mbak Umi, seorang ibu rumah tangga dan memiliki tiga orang anak. Mbak Umi adalah seorang pekerja rumah tangga yang  bekerja di rumah saya mengatakan, "ah BBM belum naik, harga di pasar sudah banyak yang naik kok, dan saya pikir ini menyusahkan orang kecil" Ungkapan dari seorang yang setiap hari hanya bekerja membersihkan rumah dan pulang ke rumahnya, lalu merawat ketiga anak dan suaminya. Mbak Umi adalah salah satu pekerja yang tidak pernah mengeluh tentang kesusahan yang dia alami dalam hidupnya, namun pagi ini ketika ia mendengar rencana pemerintah ingin menaikan harga minyak, ia bereaksi sangat keras. Ia mengungkapkan seluruh harga yang naik akan menambah kesusahannya dalam mengatur uang belanja, kebutuhan sekolah anak, serta keperluan lain yang sudah dipangkas agar tak menguras tabungannya. "Kenapa harus naik? Pertanyaan yang selalu terlontar dari setiap masyarakat yang tahu betul dampak kenaikan harga minyak ini.
Jika pemerintah berdalih menaikan harga minyak hanya untuk memberi subsidi bagi masyarakat miskin, sangat mencerminkan kebodohan dalam mengatur laju pertumbuhan perekonomian. Bahkan, bagi saya mereka sangat picik dengan mengatasnamakan BLSM, yang sangat tidak berpengaruh bagi kehidupan masyarakat kecil. Mengapa harus menaikan harga minyak untuk membantu rakyat kecil? mengapa harus mengambil 1000 poin jika ingin memberi 10 poin? Ironisnya bantuan itu hanya diberikan selama empat bulan saja.

Rakyat Indonesia saat ini bertumbuh dalam sebuah kecerdasan berbangsa, hingga masyarakat semakin menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tidaklah semata hanya dengan menaikan harga Bahan Bakar Minyak. Bahkan rakyat sendiri mengetahui bahwa bantuan yang diajukan pemerintah adalah langkah yang salah jika harus merusak daya beli masyarakat dengan kenaikan harga yang tak terkendali.
Bahkan seorang pejabat dari Partai Demokrat yang sore ini diwawancarai oleh salah satu stasiun TV swasta, mengatakan bahwa ini adalah bentuk kepedulian pemerintah pada masyarakat Indonesia, sebab ini adalah tindakan bijak ketika subsidi kenaikan BBM ini disumbangkan untuk kebutuhan hidup masyarakat kecil. Tak habis pikir saya menatap wajah pejabat yang berhidung besar itu dan berbicara hingga mulutnya berbuih.
Mengapa para pejabat tidak menyadari bahwa bangsa kita sangat kaya denga hasil alam yang didalamnya ada minyak dan gas? dan mengapa Negara mengaturnya seolah-olah Indonesia sedang terpuruk dalam ketakberdayaan semata?
Hingga saat ini saya masih berkeyakinan bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang miskin dalam setiap tataran hidup masyarakatnya. Yang miskin adalah negaranya, yang dijalankan oleh sekelompok orang yang berkepentingan dalam sebuah pergerakan golongan. Mungkin saya salah dengan menghakimi mereka, namun inilah kenyataan yang saya alami selama hidup saya di negri ini.
Berapa jumlah anak-anak putus sekolah yang harus berjuang di jalanan, rel kereta api bahkan di tempat pembuangan sampah, hingga di daerah terpencil. Berapa jumlah para pengangguran yang hingga kini berbaris mengantri mencari lowongan kerja. Berapa angka bayi kurang gizi karena orang tua yang miskin dan mencari uang hanya sekedar membeli beras dan garam. Negara ini tak pernah beranjak dari masalah klasik.
Apakah semua masalah ini bisa langsung diatasi dengan pemberian bantuan yang hanya berlangsung selama empat bulan? Bahkan seorang gila pun mampu menjawab pertanyaan ini, walau hanya dengan tertawa sinis.

Demonstrasi yang hingga saat ini masih berjalan, mungkin bagi sebagian orang sangat mengganggu karena jalanan menjadi kacau dan macet. Namun protes kenaikan BBM ini menjadi nilai tersendiri bagi saya pribadi. Para mahasiswa dan pekerja yang mengalami langsung dampak kenaikan inilah yang menyadari adanya ketidak benaran dalam keputusan pemerintah tersebut. Mereka yang menjalani roda kehidupan dalam realita pertumbuhan ekonomi negara, tidak akan tinggal diam jika melihat kekacauan dalam sistem perekonomian ini. Tidak semata-mata pasrah dalam sebuah kesalahan, hanya karena sebagai rakyat diwajibkan untuk HARUS menerima?
Tindakan protes ini adalah gambaran dari kepedulian mereka pada kinerja pemerintah, realita masyarakat kecil, serta martabat bangsa yang tak boleh dicemari oleh tipu daya elit politik. Tindakan protes yang tak disukai sebagian orang bagi saya adalah gambaran kecerdasan sebuah bangsa dalam wujud pergerakan patriotik rakyat itu sendiri. Menunjukan betapa Bangsa ini adalah bangsa yang kaya dan tak menyerah begitu saja pada perputaran ekonomi yang dikendalikan oleh orang-orang yang berkepentingan dalam kancah politik kotor.
Hari ini, demonstrasi besar adalah wujud pemikiran kaya bangsa yang harus berhadapan dengan kemiskinan negaranya sendiri.

Sabtu, 08 Juni 2013

Teknologi canggih, memudarkan atau menunjang etika sosial masyarakat?

Sudah hampir tiga hari berturut-turut masyarakat kita ramai membicarakan kasus pemukulan yang dilakukan seorang pejabat daerah kepada seorang pramugari sebuah maskapai penerbangan swasta. Dalam beberapa jaringan sosial dan media massa, banyak pendapat dan tanggapan masyarakat atas peristiwa yang terjadi. Tidak sedikit masyarakat yang marah bahkan mencela tindakan pejabat tersebut. Ada yang mengatakan pejabat itu tidak berpendidikan, tidak sopan, bahkan tak bermoral.
Berbagai reaksi dari masyarakat yang secara spontan menimbulkan ide bagi saya untuk mengamati lebih detil permasalahan ini yang sesungguhnya sering terjadi di kalangan masyarakat kita.
 Jika seorang Pramugari menegur  penumpang yang memakai telepon selular, maka tindakan ini adalah kewajiban yang dia emban dalam menjalani tugas sebagai seorang Pekerja udara yang paham tentang keselamatan penerbangan. Sedangkan penumpang yang  sudah membayar tiket, merasa berhak untuk melakukan apa saja yang membuatnya nyaman termasuk menelpon di ruang tunggu dan bahkan di dalam pesawat. Menelpon untuk kepentingan pribadi yang menurutnya saat itu adalah hal yang penting dan biasa ia lakukan. Saat peristiwa peneguran itu berlangsung, ia yang merasa pejabat dan dilihat oleh penumpang lain maka ia merasa eksistensinya terusik. Dan baginya ini penghinaan.
 Mengapa hal sepele ini menjadi masalah?
 Mencermati perilaku masyarakat kita dewasa ini yang tumbuh dan berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan technologi, maka saya berpendapat banyak  orang yang mampu memiliki alat komunikasi modern tersebut terlena dengan fasilitas yang terdapat di dalamnya. Seperti pada alat komunikasi Blackberry, Android, Smartphone  memiliki fasilitas yang memudahkan penggunanya untuk berkomunikasi lebih cepat dan praktis. Fasilitas canggih inilah yang akhirnya membawa ritme kegiatan masyarakat di zaman sekarang menjadi terlihat sangat primitif. Jika anda berjalan- jalan di sebuah pusat makanan dalam sebuah mall atau plaza, anda akan mendapatkan banyak pemandangan lucu dan miris. Sebuah keluarga dalam satu meja, sembari menunggu makanan diantar maka sang ayah sibuk memegang iPhone, sang ibu asyik mengutak-ngatik Blackberry dan si anak terlihat seru membalas komentar temannya di facebook menggunakan ipad. Memang mereka satu keluarga dalam satu meja, namun kegiatan yang mereka lakukan saat itu adalah pemenuhan ego masing-masing yang difasilitasi oleh technologi canggih. Seharusnya waktu jalan-jalan bersama  digunakan sebaik mungkin setelah kesibukan mereka di tempat kerja dan di sekolah menyita waktu keluarga. Peristiwa ini bagi saya sangat miris dan menyedihkan. Karena waktu keluarga adalah mutiara yang sangat berharga.

Tidaklah mengherankan jika ketidak pedulian dalam sebuah komunitas keluarga kecil itu merebak di kalangan masyarakat luas. Banyak orang yang merasa saat ini pemenuhan keinginannya harus terlaksana secepat ia mengirimkan pesan chating. Mereka hanya berpikir tentang diri sendiri, 'me first'. Kalau ia menelpon karena ia ingin pesannya didengar dan dituruti, masalah dimana ia menelpon bukan hal yang penting. Yang penting saya mau menelpon. Kalau ia harus membalas pesan di BBM, kapan pun dan dimanapun ia akan melakukan itu dengan tuntutan harus segera dibalas juga, agar pesan berbalas tetap berjalan. Dan jika ia sedang membuat status di Facebook apalagi ketika harus bepergian dengan pesawat yang mengundang perhatian banyak orang, maka saat itu ia berharap ada komentar berbalas walaupun pintu pesawat sudah di tutup dan siap berangkat. Pejabat daerah yang saat itu merasa penting menelpon maka ia lebih berpikir dia, dirinya sendiri ketimbang keselamatan penerbangan, yang tidak hanya ada dia di dalamnya.
Keseluruhan dari tindakan itu adalah sikap tidak peduli. 

Kisah keluarga diatas adalah gambaran ketidak pedulian pada waktu keluarga yang sangat berharga.
Mereka yang bertelepon, chating, dan berkomunikasi di jejaring sosial tanpa melihat lingkungan sekitar juga gambaran ketidak pedulian dalam masyarakat.
Sehingga pengkristalan ketidak pedulian ini akhirnya terungkap pada peristiwa pemukulan yang dilakukan seorang pejabat kepada pramugari yang menegur nya menggunakan telepon genggam di pesawat. Betapa ironisnya kisah ini, saat sikap peduli pada keselamatan suatu penerbangan dilawan dan bahkan ditindak dengan pemukulan.
Kemajuan teknologi dewasa ini harusnya membawa manusia modern untuk berpikir canggih dan praktis. Jika kita harus melakukan tindakan keselamatan mengapa harus kita tunda? Apakah kepentingan pribadi dalam sebuah gadget kecil adalah pemenuhan diri yang utama ketimbang keselamatan kita sendiri? Sampai kapan kita akan membungkus pikiran kita dengan sikap primitif namun berlagak modern?
Etika sosial saat ini sudah mulai memudar. Masyarakat lebih memilih berteknologi secara primitif daripada bersosialisasi dalam kemajuan berpikir. Gaya hidup modern dijadikan benteng melawan etika sosial yang sudah ditanamkan sedari kecil.
Mari kita memiliki kesadaran bersama, jika kita harus maju dalam perkembangan zaman, maka kita juga harus bertumbuh dalam pikiran dan sikap dalam lingkungan sosial. Kemajuan zaman adalah hasil dari kemajuan berpikir manusia yang dimulai dari hal yang sederhana, dari lingkungan yang kecil pada tataran diri sendiri yang besar dan bermartabat.


Rabu, 01 Mei 2013

Pendidikan Nasional (Berpendidikan dan Bernasional )

Hari Buruh yang jatuh pada tanggal 1 Mei, akhirnya ditetapkan oleh pemerintah menjadi hari libur nasional. Bagi para buruh ini adalah hal biasa, sebab hal ini seharusnya ditetapkan dari dulu. Namun yang menjadi perhatian besar para pekerja di Indonesia saat ini adalah bagaimana mereka dapat dihargai seimbabg dengan apa yang telah mereka lakukan dalam dunia kerja.
Buruh migran yang bekerja di luar negri seringkali mengalami perlakuan yang sangat miris di tempat kerja. Contoh, ketika seorang TKI di Jeddah disiksa oleh majikannya karena dianggap tidak mampu bekerja sesuai dengan standart yang telah ditentukan. Sementara sebagai seorang Pekerja rumah tangga, ia hanya bermodalkan tenaga dan pengalaman pas-pasan. Sehingga ketika ia tak mampu melakukan sesuai dengan apa yang dimaui Oleh majikannya, ia menderita dengan luapan kemarahan yang dilakukan Oleh majikannya.
Masalah ini tidak terjadi sekali atau dua kali. sudah terjadi berkali-kali. TKI yang harus bekerja dengan kondisi keras di Arab tanpa diimbangi oleh pengetahuan bekerja menjadi kendala besar dalam dunia kerja TKI di Arab Saudi.
Lantas, jika pengetahuan pas-pasan bahkan minim, apakah mereka harus terus di paksa bekerja?
Perlukah pendidikan atau pelatihan bagi para pekerja?
Sehari setelah hari Buruh, negeri kita menyambut hari Pendidikan Nasional pada Tanggal 2 Mei. Pendidikan yang selalu dititik beratkan kepada anak- anak sekolah secara khusus hingga seluruh rakyat Indonesia. Saat ini banyak masyarakat kita berlomba-lomba untuk memperoleh pendidikan mahal dan bergengsi, semata-mata sebagai ajang persaingan gaya hidup. Hal inilah yang menjadikan Pendidikan di Indonesia akhirnya luruh dalam penghitungan bisnis dan esensinya menjadi bias dan mengambang. Ujian Nasional hanyalah simbol, bahkan kotor dengan tipu daya agar bisa lulus.
Lalu bagaimana kelanjutan mereka di dunia kerja?
Ketika Pendidikan mulai menjadi ajang bisnis, masyarakat yang memiliki taraf hidup sederhana secara otomatis akan terpinggirkan dan hanya mengenyam bangku pendidikan pas-pasan, lalu bekerja seadanya.
Para pekerja di Indonesia membutuhkan Pendidikan, Buruh Migran harus diberi pendidikan!
Jika kita lebih cermat mengamati dunia kerja di Indonesia saat ini, Buruh bekerja karena dia perlu uang untuk hidup, titik. Mereka diperas tenaganya lalu dibayar seadanya tanpa mempertimbangkan keberadaan mereka sebagai manusia layak hidup sejahtera. Alasan yang sering diungkapkan atas upah kecil buruh adalah BURUH TIDAK BERPENDIDIKAN!

Mengapa alasan pendidikan selalu diungkap dan bukan menjadi agenda baru pemerintah yang selayaknya memberikan pendidikan bagi kaum buruh untuk bekerja dengan benar? Apakah buruh bukan masyarakat Indonesia yang juga memiliki hak untuk dididik dalam dunia kerja? Bukankah Pendidikan Nasional adalah salah satu bentuk kesejahteraan bagi rakyat Indonesia?
Lantas mengapa pekerja yang harus meregang nyawa di negri orang harus pulang dengan tubuh cacat dan disalahkan karena tidak berpendidikan? Saatnya kita melihat lebih jeli, bahwa kaum Buruh punya hak untuk dididik di tempat kerja atau dalam masa pelatihan bekerja. Bukan sekedar diperas lalu dibayar seadanya, namun juga harus diberi pendidikan yang layak.
Pemerintah, selayaknya fokus pada hal ini, sebab inilah Kesejahteraan yang dimulai dari hal yang sederhana.

Memberikan pendidikan bagi rakyat pekerja demi mewujudkan keadilan dan kecintaan pada rakyat secara nasional. Institusi pendidikan seharusnya peka terhadap pendidikan, bukan sibuk menghitung laba dari berbisnis buku dan baju seragam.
Berpendidikan dan bernasional adalah peduli pada pendidikan bangsa dan menjadikannya sebagai dasar perwujudan kualitas hidup bangsa itu sendiri.

Selamat hari Buruh Indonesia!
Selamat Hari Pendidikan Nasional!
Mari kita berbagi ilmu dan saling membantu mewujudkan pendidikan Nasional kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.