Senin, 17 Juni 2013

Demonstrasi... Sikap Patriotik Bangsa yang Kaya dalam Kemiskinan sebuah Negara...

Gemuruh demonstrasi di seluruh daerah di Indonesia sangat marak, begitupula yang terjadi di Jakarta. Demonstrasi besar dilakukan oleh sebagian lapisan masyarakat yang terdiri dari para pekerja dan kalangan mahasiswa. Mereka menuntut pemerintah untuk tidak menaikan harga Bahan Bakar Minyak yang hampir setiap naik akan mencekik masyarakat. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh para pejabat pemerintah yang bertengger di setiap partai politik, mereka mencoba menganalisa dengan sangat sederhana tentang kenaikan yang harus dilakukan. Namun analisa dan keputusan yang diambil sangat jauh dari kesan intelektual yang mereka miliki.

Pagi ini saya berbicara dengan mbak Umi, seorang ibu rumah tangga dan memiliki tiga orang anak. Mbak Umi adalah seorang pekerja rumah tangga yang  bekerja di rumah saya mengatakan, "ah BBM belum naik, harga di pasar sudah banyak yang naik kok, dan saya pikir ini menyusahkan orang kecil" Ungkapan dari seorang yang setiap hari hanya bekerja membersihkan rumah dan pulang ke rumahnya, lalu merawat ketiga anak dan suaminya. Mbak Umi adalah salah satu pekerja yang tidak pernah mengeluh tentang kesusahan yang dia alami dalam hidupnya, namun pagi ini ketika ia mendengar rencana pemerintah ingin menaikan harga minyak, ia bereaksi sangat keras. Ia mengungkapkan seluruh harga yang naik akan menambah kesusahannya dalam mengatur uang belanja, kebutuhan sekolah anak, serta keperluan lain yang sudah dipangkas agar tak menguras tabungannya. "Kenapa harus naik? Pertanyaan yang selalu terlontar dari setiap masyarakat yang tahu betul dampak kenaikan harga minyak ini.
Jika pemerintah berdalih menaikan harga minyak hanya untuk memberi subsidi bagi masyarakat miskin, sangat mencerminkan kebodohan dalam mengatur laju pertumbuhan perekonomian. Bahkan, bagi saya mereka sangat picik dengan mengatasnamakan BLSM, yang sangat tidak berpengaruh bagi kehidupan masyarakat kecil. Mengapa harus menaikan harga minyak untuk membantu rakyat kecil? mengapa harus mengambil 1000 poin jika ingin memberi 10 poin? Ironisnya bantuan itu hanya diberikan selama empat bulan saja.

Rakyat Indonesia saat ini bertumbuh dalam sebuah kecerdasan berbangsa, hingga masyarakat semakin menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tidaklah semata hanya dengan menaikan harga Bahan Bakar Minyak. Bahkan rakyat sendiri mengetahui bahwa bantuan yang diajukan pemerintah adalah langkah yang salah jika harus merusak daya beli masyarakat dengan kenaikan harga yang tak terkendali.
Bahkan seorang pejabat dari Partai Demokrat yang sore ini diwawancarai oleh salah satu stasiun TV swasta, mengatakan bahwa ini adalah bentuk kepedulian pemerintah pada masyarakat Indonesia, sebab ini adalah tindakan bijak ketika subsidi kenaikan BBM ini disumbangkan untuk kebutuhan hidup masyarakat kecil. Tak habis pikir saya menatap wajah pejabat yang berhidung besar itu dan berbicara hingga mulutnya berbuih.
Mengapa para pejabat tidak menyadari bahwa bangsa kita sangat kaya denga hasil alam yang didalamnya ada minyak dan gas? dan mengapa Negara mengaturnya seolah-olah Indonesia sedang terpuruk dalam ketakberdayaan semata?
Hingga saat ini saya masih berkeyakinan bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang miskin dalam setiap tataran hidup masyarakatnya. Yang miskin adalah negaranya, yang dijalankan oleh sekelompok orang yang berkepentingan dalam sebuah pergerakan golongan. Mungkin saya salah dengan menghakimi mereka, namun inilah kenyataan yang saya alami selama hidup saya di negri ini.
Berapa jumlah anak-anak putus sekolah yang harus berjuang di jalanan, rel kereta api bahkan di tempat pembuangan sampah, hingga di daerah terpencil. Berapa jumlah para pengangguran yang hingga kini berbaris mengantri mencari lowongan kerja. Berapa angka bayi kurang gizi karena orang tua yang miskin dan mencari uang hanya sekedar membeli beras dan garam. Negara ini tak pernah beranjak dari masalah klasik.
Apakah semua masalah ini bisa langsung diatasi dengan pemberian bantuan yang hanya berlangsung selama empat bulan? Bahkan seorang gila pun mampu menjawab pertanyaan ini, walau hanya dengan tertawa sinis.

Demonstrasi yang hingga saat ini masih berjalan, mungkin bagi sebagian orang sangat mengganggu karena jalanan menjadi kacau dan macet. Namun protes kenaikan BBM ini menjadi nilai tersendiri bagi saya pribadi. Para mahasiswa dan pekerja yang mengalami langsung dampak kenaikan inilah yang menyadari adanya ketidak benaran dalam keputusan pemerintah tersebut. Mereka yang menjalani roda kehidupan dalam realita pertumbuhan ekonomi negara, tidak akan tinggal diam jika melihat kekacauan dalam sistem perekonomian ini. Tidak semata-mata pasrah dalam sebuah kesalahan, hanya karena sebagai rakyat diwajibkan untuk HARUS menerima?
Tindakan protes ini adalah gambaran dari kepedulian mereka pada kinerja pemerintah, realita masyarakat kecil, serta martabat bangsa yang tak boleh dicemari oleh tipu daya elit politik. Tindakan protes yang tak disukai sebagian orang bagi saya adalah gambaran kecerdasan sebuah bangsa dalam wujud pergerakan patriotik rakyat itu sendiri. Menunjukan betapa Bangsa ini adalah bangsa yang kaya dan tak menyerah begitu saja pada perputaran ekonomi yang dikendalikan oleh orang-orang yang berkepentingan dalam kancah politik kotor.
Hari ini, demonstrasi besar adalah wujud pemikiran kaya bangsa yang harus berhadapan dengan kemiskinan negaranya sendiri.

Sabtu, 08 Juni 2013

Teknologi canggih, memudarkan atau menunjang etika sosial masyarakat?

Sudah hampir tiga hari berturut-turut masyarakat kita ramai membicarakan kasus pemukulan yang dilakukan seorang pejabat daerah kepada seorang pramugari sebuah maskapai penerbangan swasta. Dalam beberapa jaringan sosial dan media massa, banyak pendapat dan tanggapan masyarakat atas peristiwa yang terjadi. Tidak sedikit masyarakat yang marah bahkan mencela tindakan pejabat tersebut. Ada yang mengatakan pejabat itu tidak berpendidikan, tidak sopan, bahkan tak bermoral.
Berbagai reaksi dari masyarakat yang secara spontan menimbulkan ide bagi saya untuk mengamati lebih detil permasalahan ini yang sesungguhnya sering terjadi di kalangan masyarakat kita.
 Jika seorang Pramugari menegur  penumpang yang memakai telepon selular, maka tindakan ini adalah kewajiban yang dia emban dalam menjalani tugas sebagai seorang Pekerja udara yang paham tentang keselamatan penerbangan. Sedangkan penumpang yang  sudah membayar tiket, merasa berhak untuk melakukan apa saja yang membuatnya nyaman termasuk menelpon di ruang tunggu dan bahkan di dalam pesawat. Menelpon untuk kepentingan pribadi yang menurutnya saat itu adalah hal yang penting dan biasa ia lakukan. Saat peristiwa peneguran itu berlangsung, ia yang merasa pejabat dan dilihat oleh penumpang lain maka ia merasa eksistensinya terusik. Dan baginya ini penghinaan.
 Mengapa hal sepele ini menjadi masalah?
 Mencermati perilaku masyarakat kita dewasa ini yang tumbuh dan berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan technologi, maka saya berpendapat banyak  orang yang mampu memiliki alat komunikasi modern tersebut terlena dengan fasilitas yang terdapat di dalamnya. Seperti pada alat komunikasi Blackberry, Android, Smartphone  memiliki fasilitas yang memudahkan penggunanya untuk berkomunikasi lebih cepat dan praktis. Fasilitas canggih inilah yang akhirnya membawa ritme kegiatan masyarakat di zaman sekarang menjadi terlihat sangat primitif. Jika anda berjalan- jalan di sebuah pusat makanan dalam sebuah mall atau plaza, anda akan mendapatkan banyak pemandangan lucu dan miris. Sebuah keluarga dalam satu meja, sembari menunggu makanan diantar maka sang ayah sibuk memegang iPhone, sang ibu asyik mengutak-ngatik Blackberry dan si anak terlihat seru membalas komentar temannya di facebook menggunakan ipad. Memang mereka satu keluarga dalam satu meja, namun kegiatan yang mereka lakukan saat itu adalah pemenuhan ego masing-masing yang difasilitasi oleh technologi canggih. Seharusnya waktu jalan-jalan bersama  digunakan sebaik mungkin setelah kesibukan mereka di tempat kerja dan di sekolah menyita waktu keluarga. Peristiwa ini bagi saya sangat miris dan menyedihkan. Karena waktu keluarga adalah mutiara yang sangat berharga.

Tidaklah mengherankan jika ketidak pedulian dalam sebuah komunitas keluarga kecil itu merebak di kalangan masyarakat luas. Banyak orang yang merasa saat ini pemenuhan keinginannya harus terlaksana secepat ia mengirimkan pesan chating. Mereka hanya berpikir tentang diri sendiri, 'me first'. Kalau ia menelpon karena ia ingin pesannya didengar dan dituruti, masalah dimana ia menelpon bukan hal yang penting. Yang penting saya mau menelpon. Kalau ia harus membalas pesan di BBM, kapan pun dan dimanapun ia akan melakukan itu dengan tuntutan harus segera dibalas juga, agar pesan berbalas tetap berjalan. Dan jika ia sedang membuat status di Facebook apalagi ketika harus bepergian dengan pesawat yang mengundang perhatian banyak orang, maka saat itu ia berharap ada komentar berbalas walaupun pintu pesawat sudah di tutup dan siap berangkat. Pejabat daerah yang saat itu merasa penting menelpon maka ia lebih berpikir dia, dirinya sendiri ketimbang keselamatan penerbangan, yang tidak hanya ada dia di dalamnya.
Keseluruhan dari tindakan itu adalah sikap tidak peduli. 

Kisah keluarga diatas adalah gambaran ketidak pedulian pada waktu keluarga yang sangat berharga.
Mereka yang bertelepon, chating, dan berkomunikasi di jejaring sosial tanpa melihat lingkungan sekitar juga gambaran ketidak pedulian dalam masyarakat.
Sehingga pengkristalan ketidak pedulian ini akhirnya terungkap pada peristiwa pemukulan yang dilakukan seorang pejabat kepada pramugari yang menegur nya menggunakan telepon genggam di pesawat. Betapa ironisnya kisah ini, saat sikap peduli pada keselamatan suatu penerbangan dilawan dan bahkan ditindak dengan pemukulan.
Kemajuan teknologi dewasa ini harusnya membawa manusia modern untuk berpikir canggih dan praktis. Jika kita harus melakukan tindakan keselamatan mengapa harus kita tunda? Apakah kepentingan pribadi dalam sebuah gadget kecil adalah pemenuhan diri yang utama ketimbang keselamatan kita sendiri? Sampai kapan kita akan membungkus pikiran kita dengan sikap primitif namun berlagak modern?
Etika sosial saat ini sudah mulai memudar. Masyarakat lebih memilih berteknologi secara primitif daripada bersosialisasi dalam kemajuan berpikir. Gaya hidup modern dijadikan benteng melawan etika sosial yang sudah ditanamkan sedari kecil.
Mari kita memiliki kesadaran bersama, jika kita harus maju dalam perkembangan zaman, maka kita juga harus bertumbuh dalam pikiran dan sikap dalam lingkungan sosial. Kemajuan zaman adalah hasil dari kemajuan berpikir manusia yang dimulai dari hal yang sederhana, dari lingkungan yang kecil pada tataran diri sendiri yang besar dan bermartabat.